Cari Artikel Di Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Kamis, 09 Februari 2012 02.02

Taubat (Bagian ke-2)

Februari 9 - 2012 by Tim Kajian Manhaj Tarbiyah

◣ Buah dari Taubat

Taubat selain kewajiban dan keharusan yang mesti dilakukan oleh manusia,
tanpa terkecuali orang beriman apalagi orang
banyak berdosa dan maksiat. Allah SWT berfirman

“…dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)

Allah Berfirman:

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian
bertaubatlah kepada-Nya…” (QS. Huud: 90)

Allah Berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubat yang
sesungguhnya…” (QS. At-Tahrim: 8)


Dalam hadits nabi disebutkan:

Abu Hurairah RA berkata: “Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ‘Demi Allah,
sesungguhnya, aku membaca istighfar dan bertaubat
kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh
kali.’” (HR. Bukhari)


Dalam riwayat lain disebutkan:

Al-Aghar bin Yasar Al-Muzani RA berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda, “Hai manusia,
bertaubatlah kepada Allah dan mintalah ampunan
kepada-Nya. Sesungguhnya, aku bertaubat seratus
kali dalam sehari.” (HR. Muslim)

Taubat juga merupakan amalan yang sangat
disenangi dan dicintai oleh Allah SWT. Seperti
firman Allah:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang yang
bertaubat dan mencintai orang yang mensucikan
diri” (QS. Al-Baqarah: 222)


Kegembiraan dan kesenangan Allah begitu besar
seperti orang yang mendapatkan barang yang
sebelumnya hilang namun secara tiba-tiba ada
dihadapannya, Rasulullah saw mentamsilkan dalam
haditsnya:

Abu Hamzah, Anas bin Malik Al-Ansari RA
(pelayan Rasulullah SAW.) berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Allah lebih gembira
terhadap taubat hamba-Nya daripada seseorang di
antara kamu yang mendapatkan untanya yang telah
hilang di gurun sahara.” (Muttafaq ‘alaih)


Dalam riwayat lain disebutkan: “Allah sangat
gembira terhadap hamba-Nya yang mau bertaubat.
Kegembiraan Allah itu lebih besar daripada
kegembiraan seseorang di antara kamu yang
mendapatkan kembali untanya yang sarat dengan
perbekalan. Sebelumnya, ia mengendarai untanya di gurun sahara, lalu unta yang ِa tunggangi lepas.
Padahal, di atas unta tersebut terdapat makanan dan
minuman perbekalannya. Ia sudah putus asa.
Kemudian, ia mendekati sebuah pohon, dan
berbaring di bawahnya. Dia sudah yakin bahwa
untanya tidak akan kembali. Pada saat itulah, tiba- tiba unta tersebut berdiri di depannya. Ia memegang
kendalinya. Lalu karena sangat gembiranya, ia
mengucapkan, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku
dan aku adalah tuhan-Mu.’ Ia salah
mengucapkannya karena sangat gembira.” (HR.
Muslim)


Dalam hadits disebutkan:

Abu Hurairah RA berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, “Allah SWT tertawa melihat dua orang
yang ingin saling membunuh, tetapi keduanya masuk
surga.”

Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana
itu bisa terjadi?”

(Rasulullah menjawab), “Orang yang pertama
berperang di jalan Allah, lalu ia terbunuh sebagai
syahid. Kemudian, si pembunuh bertaubat dan
masuk Islam. Ia berperang di jalan Allah hingga
mati sebagai syahid.” (Muttafaq ‘alaih)

Di samping itu pula Allah akan menggantikan
keburukan dengan kebaikan, sebagaimana firman-
Nya:

“Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan
melakukan perbuatan baik; maka kejahatan mereka
diganti dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Furqan:
70)

Karena itu taubat bagi kita adalah sebuah kebutuhan
agar kita mendapatkan karunia yang begitu dari
Allah SWT.


Adapun buah dari bertaubat kepada Allah adalah:

① Mendapatkan kecintaan dari Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

② Mendapatkan nikmat dari Allah saat di dunia.

“… maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah
ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan
hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan
harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu
kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

③ Dihapuskannya dosa-dosa.

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu…” (QS. At-
Tahrim: 8)

④ Mendapatkan ganjaran surga

“… dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai…” (QS. At-
Tahrim: 8)


⑤ Digantikannya kejahatan dengan kebaikan

“… kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka
diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah
maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-
Furqan: 70)

- Bersambung ᒠ

Taubat (Bagian ke-1)

Februari 9 - 2012 by Tim Kajian Manhaj Tarbiyah


◣ Makna Taubat

Menurut bahasa At-taubah berarti ar-rujuu’ (kembali), sedangkan menurut istilah taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari Allah
SWT menuju kedekatan kepada-Nya. Atau:
pengakuan atas dosa, penyesalan, berhenti, dan
tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa
datang.


◣ Mengapa harus bertaubat?


1.ᔁ Karena manusia pasti berdosa.

2.ᔁ Karena dosa adalah penghalang antara kita dan
Sang Kekasih (Allah SWT), maka lari dari hal yang
membuat kita jauh dari-Nya adalah kemestian.

3.ᔁ Karena dosa pasti membawa kehancuran cepat
atau lambat, maka mereka yang berakal sehat pasti
segera menjauh darinya.

4.ᔁ Jika ada manusia yang tidak melakukan dosa,
pasti ia pernah berkeinginan untuk melakukannya.
Jika ada orang yang tidak pernah berkeinginan
melakukan dosa, pasti ia pernah lalai dari
mengingat Allah. Jika ada orang yang tidak pernah
lalai mengingat Allah, pastilah ia tidak akan mampu memberikan hak Allah sepenuhnya. Semua itu
adalah kekurangan yang harus ditutupi dengan
taubat.

5.ᔁ Karena Allah swt memerintahkan kita bertaubat,
sebagaimana dalam firman-Nya,

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah
kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang
semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin
yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar
di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil
mereka mengatakan: “Ya Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim: 8)

“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)

“dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu
mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan
memberi kenikmatan yang baik (terus menerus)
kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap- tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan)
keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa
hari kiamat.” (QS. Huud: 3)

6.ᔁ Karena Allah mencintai orang yang bertaubat,
sebagaimana dalam firman-Nya,

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

7.ᔁ Karena Rasulullah SAW senantiasa bertaubat
padahal beliau seorang nabi yang ma’shum (terjaga
dari dosa). Beliau bersabda:

“Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun dan
bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh
puluh kali.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa beliau
beristighfar seratus kali dalam sehari.


◣ Syarat-syarat taubat

1.⣑ Penyesalan dari dosa karena Allah.

2.⣑ Berhenti melakukannya.

3.⣑ Bertekad untuk tidak mengulanginya di
masa datang.

4.⣑ Dilakukan sebelum nyawa sampai di
tenggorokan ketika sakaratul maut, atau
sebelum matahari terbit dari barat.

5.⣑ Jika dosa berkaitan dengan sesama
manusia, maka syaratnya bertambah satu:
melunasi hak orang tersebut, atau meminta
kerelaannya, atau memperbanyak amal
kebaikan.


Kemaksiatan yang dilakukan berkaitan dengan hak
sesama manusia, ada empat syarat yang harus
dipenuhi, yakni syarat pertama, kedua, dan ketiga,
sebagaimana tiga syarat di atas, dan syarat
keempat: membebaskan diri dari hak tersebut.

Artinya, jika hak itu berupa harta benda, ia harus
mengembalikan kepada pemiliknya. Jika
berupa qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina), ia
harus menyerahkan dirinya untuk dijatuhi hukuman
atau meminta maaf kepada orang yang
bersangkutan. Jika berupa ghibah (menggunjing orang lain), ia harus meminta maaf kepada orang
tersebut.

Setiap orang harus bertaubat dari segala dosa yang
pernah diperbuat. Jika ia hanya bertaubat dari
sebagian dosanya, taubat tersebut diterima, namun ia
masih mempunyai tanggungan dosa yang lain.


– Bersambung :)
Senin, 06 Februari 2012 02.10

Remaja PD Oke, Tapi Jangan Over

REMAJA percaya diri alias PD itu asik, tapi kalo sampe PD OD alias PD yang over dosis, jadinya gak
asik lagi. Bisa kamu bayangin kalau punya teman yang PD OD, pasti deh kesan yang timbul adalah nih
anak sombong banget. Misalnya saja dalam hal kepintaran. PD bahwa kamu bisa mengerjakan semua tugas sekolah dan ulangan dengan baik dan benar, itu keren. Tapi kalo PD OD yang berlaku, maka jadinya suka meremehkan orang lain dan merasa dirinya yang paling pintar dan bisa mengerjakan sendiri.


Begitu juga dalam hal penampilan, PD dengan jati diri kamu sebagai muslimah, itu ‘cool’ banget. Tapi kalo PD OD jadinya bukan berbusana muslimah yang syar’I tapi malah nabrak sana-sini. Misalnya saja nih, ada seorang muslimah yang ke-PD-an dengan memakai atasan baju lengan panjang tapi lalu diberi tank top di luar. Udah gitu warna tank top yang dipake sangat genjreng dan mencolok mata. Ini muslimah sehat apa lagi demam ya?


PD OD yang kayak gini jangan ditiru deh. Biarpun stok PD kamu over, tapi akal sehat dan iman yang mantap tetap harus kamu pakai kapan pun dan dimana pun. Karena bagi seorang muslim, setiap amal perbuatan dirinya itu ada nilah dan pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Jadi tak bisa dan tak boleh semuanya sendiri.


Sudah banyak kasus orang yang PD OD biasanya malah dijauhi teman. Sebetulnya orang model begini adalah orang yang bermasalah namun berusaha ditutupi dengan reaksi PD yang kelebihan itu. Jiwa dalam dirinya rapuh tapi ia terlalu gengsi untuk mengakuinya. Ia sebetulnya tak punya apa-apa dan tak memiliki kemampuan apa pun, tapi ia terlalu malu untuk diketahui orang lain. Jadilah segala kekurangan dalam dirinya dipasangi topeng bernama PD yang over dosis itu.


Remaja shalihah selalu menimbang setiap detil perbuatannya dengan timbangan Islam. Jadinya, dalam hal apa pun, baik berpakaian, berpikir, dan bertingkah laku, selalu ada patokan syariat di sana. Dalam menampilkan PD dalam dirinya, ia juga pasti akan memakai takaran yang pas, tidak lebih dan tidak kurang. Wibawa dalam dirimu sebagai muslimah pasti akan lebih cemerlang ketika rasa PD yang ada itu karena Allah semata. Tidak ada nada kesombongan di sana. Tidak ada nada meremehkan manusia lain di dalamnya.


So, bagi kamu semua yang merasa dirinya generasi muda Islam yang oke, tempatkan rasa PD ini pada tempat yang seharusnya ya. PD ketika melakukan kebaikan. PD ketika berdakwah amar makruf nahi mungkar dan PD ketika konsisten berbuat kebaikan. Jangan sebaliknya. PD ini jangan dipelihara dalam kemaksiatan. Jangan disimpan dalam kemungkaran. Dan jangan bangga ketika berada pada kesombongan. Buang jauh-jauh PD jenis ini, jangan sampai malah PD OD.


Mulai sekarang, punyai PD takaran tepat dan pas ketika kamu membawa diri. PD ketika kamu berjalan di muka bumi sebagai muslim yang berusaha kaffah, menjadi hamba Allah yang bertakwa dan menjadi umat Muhammad yang baik. Kamu pasti bisa jadi muslim PD jenis ini. Yakin saja ^_^

Renungan bagi yang Bertanya: Adakah yangMencintaiku?

Masih dalam suasana yang menggebu- gebu di beranda facebook- Nya (I'em 'colicul) yang pada intiNya masih dalam pembahasan apalah itu cinta mencinta dan di cinta. Satu dari keanehan buat ku untuk menyimpulkan dari status mereka, hasrat ingin berkomentar dan mengomentari tapi takut di salah persepsikan dengan apalah ntar bentuk niat Nya.. Hmmm..


Pernahkah terbesit di hati kita satu ungkapan, “Adakah yang mencintaiku?” Sederhana memang kata yang terbentuk dari hanya lima huruf yaitu “CINTA” itu. Cerita atau kisahnya memang tiada akhir, tiada pernah ada ujung karena di dalam melihatnya dari perspektif yang berbeda satu dengan yang lainnya.


Tulisan ini bukanlah terlahir dari kata-kata Sang Pujangga, tetapi hanyalah perenungan sederhana dari kejadian yang tidak terduga. Dalam kesunyian hanya ada perangkat siar menjadi teman malam yang setia walaupun kutahu pasti ada keramaian diluar sana. Seringnya perasaan perpindahan dimensi waktu hadir dalam hidup dan semoga ini merupakan rahmat dari Allah untuk mengingatkan akan namanya “kematian” sebagai jembatan untuk bermuhasabah. Hanya sebuah pesan singkat yang mengetuk hati untuk mencoba bertanya akan hakekat cinta “Adakah yang mencintaiku?” “Ah memang sebuah pertanyaan bodoh!” Itulah sebuah komentar diakun facebook penulis ketika status ini ditulis.


“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)” (Qs Al-Baqarah 165) .


Hupss.. Sudah siapkah kita untuk menyelami indah dan agungnya cinta?. Ijinkanlah diri Anda untuk membaca kembali ayat cinta ini, cobalah terbuka menerima semuanya dan pahami, renungkanlah!!!


Baiklah mari kita urai rasa cinta itu pada sesama manusia, yang pertama adalah orang yang rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk kita yaitu “Orang tua kita”. Subhanallah sungguh mulianya cinta orangtua bila dapat menjadikan anak-anaknya
menjaga fitrahnya, sabda Rasulullah :


“Tiap-tiap anak dilahirkan berkeadaan fitrah (suci bersih), maka kedua-dua ibu bapanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Bukhari).


Kemudian kita coba bahas secara ringkas juga arti dari teman atau sahabat. Semoga dengan adanya ayat berikut ini bisa menjadi peringatan kita dalam mengambil dan mengartikan “teman”. Adalah Ia yang mengajak kepada kesabaran dan kebenaran yang bisa dijadikan sebagai pendamping dalam hidup serta berhak mendapatkan gelar “teman”


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagimu.
Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” (Ali Imran 118).


Sungguh hanyalah pada orang yang beriman ditananmkan pada hati mereka rasa kasih sayang itu, bukanlah kasih sayang yang semu tetapi yang menebarkan “Salaamun-alaikum”!!!


“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat- ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun-alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu
lantaran kejahilan, kemudian ia bertobat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-An’am 54).


Di akhir tulisan ini satu ayat yang menerangkan akan arti hakikat cinta ditujukan kepada “hati” yang merindukan cinta suci tidak ternodai yang akan mengantarkan satu kesatuan cinta terintegral di dalam kehidupan kita entah itu cinta kepada keluarga, pasangan hidup kita, teman atau sahabat kita serta mahluk disemesta alam. Semoga pertanyaan ini terjawab “Masih adakah yang mencintaiku?”


“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus” (Al-Hujurat 7).
Minggu, 05 Februari 2012 01.49

Nasehat Dan Kelembutan

Ada beberapa prinsip yang perlu dipahami ketika
kita berada dalam posisi sebagai pemberi nasehat.
Pertama, hal penting yang perlu diperhatikan
dalam menasehati saudara kita adalah masalah
niat. Sampaikanlah nasehat semata-mata karena
Allah, bukan karena tujuan keduniawian atau nafsu dan hasrat pribadi. Dengan begitu, kita tidak
perlu berkecil hati bila nasehat kita tidak diterima
dengan baik. Anggaplah respon negatif tersebut
sebagai ujian kesabaran.


Pengalaman mengajarkan, orang-orang yang
kecewa –sekalipun karena nasehat yang terbuka
dan korektif- pada waktunya akan menghargai dan
berterimakasih dalam hati mereka. Mengapa
berkecil hati, bukankah nasehat itu ibarat pohon
kebaikan yang kita tanam dan kita tidak tahu kapan akan tumbuh dan berbuah (QS. Al-
A’raf:164).


Kedua, agar sebuah nasehat efektif, tunjukkanlah
cinta, kasih sayang dan keikhlasan saat memberi
nasehat. Hindari nada bicara yang menunjukan
kebanggaan, celaan, olok-olok atau cemoohan.
(QS. Al-Hujurat:11)


Ketiga, masalah pemilihan waktu yang tepat, perlu
juga diperhatikan. Akhlak Islam menuntut kita
menyampaikan nasehat secara pribadi, bukan di
depan khalayak ramai, untuk menghindari
timbulnya perasaan yang tidak baik. Tujuan
nasehat adalah memperbaiki kelemahan dan menyempurnakan kekurangan seseorang, bukan
mengumumkan dan mensosialisasikan
kesalahannya.


Keempat, bersabar dan berhati-hati dalam
menggunakan perkataan dan memilih suasana
emosi yang tepat. Kita tidak boleh tersinggung atau
kecewa jika nasehat kita tidak berpengaruh bagi
orang lain. Mungkin semua itu membutuhkan
waktu.


Kelima, jauhi pertentangan yang sia-sia.
Adakalanya, pendapat kita salah dan pendapat
orang yang kita beri nasehat itu benar. Dalam
situasi ini, ubahlah tindakan memberi nasehat
menjadi ajang bertukar pikiran dengan penuh
persaudaraan. Ingatlah, tanggung jawab kita hanyalah memberi nasehat, bukan hidayah. Sebuah
nasehat tak akan bermanfaat kecuali hanya dengan
izin-Nya dan bergantung pula pada kadar
keimanan penerima nasehat. Allah Swt berfirman,
”dan tetaplah memberi peringatan, karena
sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat: 55)


Keenam, jadilah cermin yang detil dengan memberi
informasi yang lebih spesifik. Misalnya nasehat
tentang kebersihan masih bersifat global dan
umum. Agar saudara kita menyadari masalahnya,
sebutkan hal yang spesifik, misalnya nafas yang
kurang sedap atau pakai yang kumal.


Dalam manajemen nasehat diperlukan kepekaan
dan kearifan yang tinggi agar mencapai hasil
optimal (QS. An-Nahl:125). Presiden Lincoln, lebih
dari seratus tahun yang lalu, berkata, ”Orang lebih
mudah menangkap lalat dengan sirop daripada
dengan cuka.” Sesungguhnya ajaran Islam telah lebih dulu menganjurkan umatnya agar
‘menangkap orang’ dengan keramah-tamahan yang
manis, bukan dengan gertakan-gertakan yang
kecut, sekalipun terhadap anak dan orang
kesayangan yang paling dekat. Ini misteri hati yang
sangat lemah dan rapuh dalam menghadapi kelembutan.


Allah Swt membekali Nabi Muhammad Saw
dengan sifat kelembutan untuk berdakwah
menghadapi umatnya (QS. Ali-Imran: 159). Itulah
sebabnya dalam beberapa kisah, seringkali orang-
orang yang diberikan nasehat oleh Nabi Saw
meresponnya sambil mengungkapkan perasaan bahwa orang itu mencintai nabi. Sungguh ini bukan
sekedar buah dari nasehat yang berlogika tajam
dan cerdas, melainkan nasehat itu bersandar pada
sifat kelemah-lembutan yang bisa langsung
menyentuh dasar hati penerima nasehat.


Pelajaran ini, insya Allah membuka mata dan
kesadaran kita akan dampak dari pemberian
nasehat berbobot yang disampaikan dengan penuh
kelembutan. Bila hal ini dilakukan secara
berkelanjutan dan berulang-ulang, tanpa disadari,
diantara pemberi dan penerima nasehat, akan tumbuh jalinan ikatan kasih sayang maupun
persaudaraan yang semakin kuat.


Sejauh ini, bila interaksi nasehat menasehati terjadi
diantara sesama laki-laki, maupun sesama wanita,
dampak dari sikap lembut dan ramah selalu
bernilai positif. Akan tetapi, fakta lapangan
seringkali menunjukkan hal yang ’negatif’ bila
aktifitas saling menasehati terjadi antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Kedekatan yang
berawal dari motivasi yang ikhlas perlahan-lahan
terkontaminasi oleh rasa ketertarikan yang
berhembus dari nafsu dan hasrat pribadi.


Nasehat yang mulanya mengalir tulus tanpa
mengharapkan sesuatu kecuali ingin memperbaiki
kekurangan saudaranya, sedikit demi sedikit
bergeser menjadi pengharapan akan penerimaan
yang lebih dalam. Perhatian yang berlebihan (dalam
konotasi negatif) dan rasa ingin selalu dekat selalu bercampur dengan semangat keikhlasan saat ingin
memberikan nasehat. Ketergantungan seketika
tercipta, seolah-olah hanya sang penasehat yang
mampu menasehati dirinya. Lebih jauh lagi,
pengakuan verbal sebagai satu-satunya penasehat
spiritual acapkali mendorong keinginan untuk memberikan ’wewenang’ tambahan kepada sang
penasehat agar mau berperan lebih yaitu sebagai
penasehat pribadi dalam rumah tangga.


Kita tidak hendak membahas pro dan kontra dari
akibat aktifitas saling menasehati antara lawan
jenis, kecuali sekedar menunjukkan benang merah
hubungan sebab akibat antara sikap lembut dalam
menasehati dan hasrat ketertarikan dari dorongan
nafsu manusiawi.


Satu hal yang perlu dicermati adalah bahwa kita
membutuhkan persiapan dan kewaspadaan ekstra
di dalam hati ketika memutuskan untuk terjun
dalam wilayah saling menasehati kepada seseorang
(dakwah fardiyah) yang berbeda jenis dengan kita.
Tanpa kematangan dan kekokohan spiritual yang mantab, sebaiknya urungkan niat anda untuk
masuk terlalu dalam ke wilayah ini. Yang pasti,
syetan selalu mengintai dan berupaya mencari
celah-celah kelalaian dan kelengahan dalam semua
aktifitas amal sholeh yang dilakukan oleh setiap
hamba Allah. Semoga Allah Swt selalu melindungi kita semua dari godaan syetan yang terkutuk.
Wallahu’alam bishawab.

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

 
powered by blogger.com and maxwidth build 0.01 mobile template