Cari Artikel Di Blog Ini

Total Tayangan Halaman

Simpan » Diposting oleh Iem-colicul » Kamis, 28 April 2011 »
Kamis, 28 April 2011 comment

Sejarah Islam Di Indonesia

S E J A R A H I S L AM D I I N D O N E S I A


Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang
sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW,
Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke
Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa
tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama
penduduk Indonesia dengan Islam. Sejak itu para
pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri
nan hijau ini sambil berdakwah. Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam
meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah
paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang
pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di
Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri,
yakni Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692
H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang
menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang
ketika singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M
menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i. Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin
yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa
Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu
diantaranya adalah makam seorang Muslimah
bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya
tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini
bukan dari penduduk asli, melainkan makam para
pedagang Arab. Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada
pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara
besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M,
penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk
Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum
Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang
berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa
kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh
Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.
Para penguasa kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan
para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad
ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh
surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan
Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit,
Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan
Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya
bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke Asia
Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang,
tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk
ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin. Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara
dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam
di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan
dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi
semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke
Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman.
Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini bahkan
dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah
Hadramaut. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa
Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya
menguasai daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.
Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya,
selain karena kaum Muslimin Nusantara disibukkan
oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena
berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum
kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan kerajaan Islam di Nusantara,
mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya
melarang kerajaan tersebut berhubungan dagang
dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka
terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara
dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum
kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam Nusantara
dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka
yang mempersulit pembauran antara orang Arab
dengan pribumi. Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir
abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur makmur ini,
memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk
menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan
bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam,
agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka
menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam
mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan
pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu
contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum
Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama dengan
Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah
pangkalan di Sunda Kelapa. Namun maksud Portugis
ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari
sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu
menggempur mereka pada tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh
seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu
Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan
gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting
di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan
Banten, Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan
Turki Utsmani. Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah
membangkitkan semangat jihad kaum muslimin
Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman
akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren
(madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun
biasanya terbatas pada mazhab Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi
percampuran akidah dengan tradisi pra Islam.
Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah
sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini
setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas
dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah orang- orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun
banyak diantara mereka yang berasal dari kalangan
tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang
sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada
akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas
dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai
pertempuran melawan Belanda. Sejak perlawanan
kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti
Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda
Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para
ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri
(Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).


Jangan lupa di share dan like Sejarah Islam Di Indonesia bro / sist

Save url to wapmaster
Similiar Post :

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Archives

 
powered by blogger.com and maxwidth build 0.01 mobile template